Sebutir yang berharga

Sebutir yang berharga

Mungkin diantara kita pernah membaca dan melihat tulisan di tempat-tempat kondangan atau acara-acara yang makan-makanya tulisan yang berbunyi "lebih baik nambah daripada bersisa atau tulisan "ambillah makanan yang sanggup anda habiskan" . Ya semua tentang pengingat untuk tidak menyia nyiakan makanan.

Dulu ketika belum menikah saya termasuk orang yang tidak begitu peduli  dan perhatian terhadap makanan, karena teringat kata-kata kakak tingkat ketika kuliah dulu "lebih baik makanan itu mubazir di luar daripada mubazir di dalam(sakit perit kekenyangan dan mencret keluar terus menerus).  Kata-kata itulah yang selatu terngiang sebagai pembelaan ketika makanan sudah tidak sanggup untuk dihabiskan.

Setelah menikah agaknya Allah memberi tahu saya dengan baik. Mulai dari berjodoh dengan orang yang latar belakang keluarganya adalah petani. Dari sinilah semua pemikiran tentang makanan berubah perlahan. Dari keluarga suami inilah saya mulai tersadar bahwa semua tidak boleh disia-siakan.  Nasi yang tak habis tidak boleh dibuang, ada ayam yang akan melahap. Semua seakan tidak ada yang disia siakan.

Keluarga baru saya ini sangat berbeda cara pandang dalam hal "manajemen" makanan, saya mengakui bahwa "manajemen" makanan keluarga saya masih sangat jauh dari kata baik,  mulai dari pemilihan menu masakan, dulu saya sangat jarang makan sayur namun setelah menikah sangat suka sayur karena rumah kami di tengah sawah dengan sayur mayur yang melimpah.


Ada hal menarik dan berharga juga yang saya dapatkan.  Ketika mertua selalu bertaring dan berteriak mengingatkan kami yang mengambil nasi berlebihan dan tidak menghabiskan dan selalu berpesan jangan pernah menyia nyiakan nasi. Ketika pertama kali mendengarnya saya tidak terlalu merespon dengan, karena ketika dulu ayah saya selalu berkata makan yang banyak nak biar sehat dan kuat ibadah.  Namun tanggapan saya atad pernyataan mertua sepertinya berbalik dengan inginnya ayah saya kala itu.

Seiring berjalannya waktu,  Allah semakin menunjukkan segalanya.  Kini saya paham mengapa mertua selalu cerewet mengingatkan kami tentang menghargai nasi walaupun hanya "sebutir" tahukah mengapa? .
Jawabannya semua tentang kerja keras mendapatkannya, tetang setiap tetas keringat yang membasahi karena terik panas matahari yang menyengat. Kini saya semakin paham,  ketika pagi-pagi buta para petani telah siap dengan perbekalannya menuju ladang,  menanam padi,  menggarap sawah memelihara hingga berbulan bulan dengan peluh yang tak pernah kering,  belum lagi dahaga yang terkadang harus tertahan karena kadang harus bekerja ketika bi ulan puasa tiba,  dan saat panen, saat yang cukup menguras energi., mulai dari menyabit pohon padi dan melepaskan setiap biji dari tangkai, kemvali lagi berpanas-panas berpeluh -peluh.  Dan selesai panen, para petani harus menjemur padi yang sudah terlepas dri tangkainya agar tidak berjamur dan tahan lama,  setelah dijemur barulah padi bisa digiling dan menjadi beras. 

Atas setiap proses yang saya lihat dan amati,  sudah barang tentu alasan terkuat untuk kami terus diingatkan agar menghargai setiap bulir beras yang kkamimasak menjadi nasi.  Mulai dari saat itulah saya tidak pernah lagi berani dan takut untuk menyia-nyiakan makanan terutama nasi, selalu terbayang para petani yang berkerja keras agar beras bisa sampai kepada kita.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku Dalam Dekapan Ukhuwah

Menikmati Wisata Koptofa di Kaki Gunung Rinjani

Percaya pada nakoda