Pandai mengambil hikmah
Beberapa hari yang lalu, saya berkesempatan membesuk salah satu kerabat yang melahirkan, dengan membawa si kecil yang saya gendong dan menenteng beberapa bawaan untuk si bayi yang baru lahir.
Sesampai di rumah kerabat yang masih ada ikatan keluarga tersebut, saya disambut oleh tuan rumah dengan sangat ramah dan penuh ceria dipersilahkannya saya duduk, kemudian perbincangan dengan tamu yang lain mulai terjadi, mulai dari saling bertanya tentang anak masing-masing berapa bulan, sudah bisa apa dan sebagianya, terkadang kita lupa bahwa kita sedang menjenguk orang yang baru saja melahirkan namun kadang kita sibuk dengan perbincangan tentang yang lain.
Beberapa menit kami duduk dan berbincang, datanglah seorang perempuan dengan membawa anaaknya yang berusia sekitar sembilan bulan lebih, tentu perempuan tersebut datang untuk menjenguk juga sama seperti kami.
Perbincangan kami akhirnya berlanjut kembali dengan pertanyaan yang sama sebelumnya berapa bulan anaknya, sembilan bulan tapi sudah tidak ASI, sontak membuat kami bertanya kenapa secepat itu disapih, pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan dan akhirnya bertemu dengan jawaban bahwa ibunya telah positif hamil lagi dengan bayinya yang baru berusia sembilan bulan. Hal ini membuat para ibu-Ibu langsung "nyinyir" mendengar hal tersebut.
Wajah sang ibu terlihat sedikit tidak enak, dari raut wajahnya terlihat sesungguhnya dia telah berusaha menutupi hal tersebut agar orang lain tidak mengetahui hal tersebut namun sayang serangan pertanyaan dan jebakan para ibu-Ibu itu tidak bisa dia napikkan yang pada akhirnya dia harus berkata yang sesungguhnya atas apa yang alami. Informasi ini cukup menyita perhatian dan menjadi buah bibir para ibu-Ibu dan bapak-bapak pada akhirnya. Ada yang menyayangkan kondisi tersebut, ada yang sedikit emosinya meluap mendengar informasi tersebut dengan alasan anaknya yang masih sangat kecil yang harus memiliki adik lagi namun ada juga yang mengeluarkan pernyataan yang menenangkan sang ibu dengan menguatkan bahwa betapa banyak orang yang menanti buah hati dengan segala macam ikhtiar yang dilakukan, namun sang ibu diberikan rejeki berupa anak lagi itulah tanda sayang Allah padanya dan setiap apa yang diamanahkan kepada kita karena kita dirasa mampu melewatinya.
Dari kejadian ini, saya sedikit merasa tergelitik sekaligus merenung dalam sambil menggangguk pasti sambil menginsyafi bahwa apa yang dialami oleh orang lain, janganlah terlalu takjub dan terlalu terlena, karena kita tak pernah tahu bahwa kejadian serupa bahkan lebih bisa saja hadir di pase kehidupan kita, tinggal kita yang banyak menyerap pelajaran dari sedikit apapun yang kita alami. Adapun tentang kehamilan yang tak direncanakan percayalah bahwa setiap yang kita terima baik rejeki mau musibah itu adalah sangat bergantung pada cara sudut pandang kita sebagai makhluk, apakah kita melihatnya sebagai sebuah ujian atau sebagai sebuah musibah yang harus diratapi dengan tangisan. Semua sangat bergantung pada diri kita. Semoga kita adalah hamba yang termasuk pada orang-orang yang pandai bersyukur yang menerima setiap ketetapanNya dengan sabar dan penuh kesyukuran bukan malah sebaliknya kita memaki diri sendiri dan menyalahkan sang pencipta (astagfirullah). Untuk itu, dalam setiap mengarungi samudra yang bernama kehidupan ini sangatlah diperlukan banyak tabungan mental spritual yang tinggi agar kita hadir memberi solusi bagi manusia yang lainnya dan tentunya dapat menjadi menjadi pemberi solusi dan inspirasi untuk bergerak menuju pribadi yang lebih baik.
Sesampai di rumah kerabat yang masih ada ikatan keluarga tersebut, saya disambut oleh tuan rumah dengan sangat ramah dan penuh ceria dipersilahkannya saya duduk, kemudian perbincangan dengan tamu yang lain mulai terjadi, mulai dari saling bertanya tentang anak masing-masing berapa bulan, sudah bisa apa dan sebagianya, terkadang kita lupa bahwa kita sedang menjenguk orang yang baru saja melahirkan namun kadang kita sibuk dengan perbincangan tentang yang lain.
Beberapa menit kami duduk dan berbincang, datanglah seorang perempuan dengan membawa anaaknya yang berusia sekitar sembilan bulan lebih, tentu perempuan tersebut datang untuk menjenguk juga sama seperti kami.
Perbincangan kami akhirnya berlanjut kembali dengan pertanyaan yang sama sebelumnya berapa bulan anaknya, sembilan bulan tapi sudah tidak ASI, sontak membuat kami bertanya kenapa secepat itu disapih, pertanyaan demi pertanyaan dilontarkan dan akhirnya bertemu dengan jawaban bahwa ibunya telah positif hamil lagi dengan bayinya yang baru berusia sembilan bulan. Hal ini membuat para ibu-Ibu langsung "nyinyir" mendengar hal tersebut.
Wajah sang ibu terlihat sedikit tidak enak, dari raut wajahnya terlihat sesungguhnya dia telah berusaha menutupi hal tersebut agar orang lain tidak mengetahui hal tersebut namun sayang serangan pertanyaan dan jebakan para ibu-Ibu itu tidak bisa dia napikkan yang pada akhirnya dia harus berkata yang sesungguhnya atas apa yang alami. Informasi ini cukup menyita perhatian dan menjadi buah bibir para ibu-Ibu dan bapak-bapak pada akhirnya. Ada yang menyayangkan kondisi tersebut, ada yang sedikit emosinya meluap mendengar informasi tersebut dengan alasan anaknya yang masih sangat kecil yang harus memiliki adik lagi namun ada juga yang mengeluarkan pernyataan yang menenangkan sang ibu dengan menguatkan bahwa betapa banyak orang yang menanti buah hati dengan segala macam ikhtiar yang dilakukan, namun sang ibu diberikan rejeki berupa anak lagi itulah tanda sayang Allah padanya dan setiap apa yang diamanahkan kepada kita karena kita dirasa mampu melewatinya.
Dari kejadian ini, saya sedikit merasa tergelitik sekaligus merenung dalam sambil menggangguk pasti sambil menginsyafi bahwa apa yang dialami oleh orang lain, janganlah terlalu takjub dan terlalu terlena, karena kita tak pernah tahu bahwa kejadian serupa bahkan lebih bisa saja hadir di pase kehidupan kita, tinggal kita yang banyak menyerap pelajaran dari sedikit apapun yang kita alami. Adapun tentang kehamilan yang tak direncanakan percayalah bahwa setiap yang kita terima baik rejeki mau musibah itu adalah sangat bergantung pada cara sudut pandang kita sebagai makhluk, apakah kita melihatnya sebagai sebuah ujian atau sebagai sebuah musibah yang harus diratapi dengan tangisan. Semua sangat bergantung pada diri kita. Semoga kita adalah hamba yang termasuk pada orang-orang yang pandai bersyukur yang menerima setiap ketetapanNya dengan sabar dan penuh kesyukuran bukan malah sebaliknya kita memaki diri sendiri dan menyalahkan sang pencipta (astagfirullah). Untuk itu, dalam setiap mengarungi samudra yang bernama kehidupan ini sangatlah diperlukan banyak tabungan mental spritual yang tinggi agar kita hadir memberi solusi bagi manusia yang lainnya dan tentunya dapat menjadi menjadi pemberi solusi dan inspirasi untuk bergerak menuju pribadi yang lebih baik.
Bagus kakakku keren sekali tulisannya
BalasHapus#semangat
ya Allah pak, tulisan sereceh ini dibilang keren...salam semangat
HapusSemangat mba Lasmi! ❤️
BalasHapusMenjadi pemberi solusi dan inspirasi, bukan menjadi penyinyir dan penjulid, hehe
BalasHapus