Siapa Yang Lebih Mengenal Kita?


Kita menilai diri sendiri berdasar apa yang BISA kita lakukan
Orang lain menilai kita berdasar apa yang SUDAH kita lakukan
-Benjamin Franklin-


Tulisan ini saya buat untuk mengingatkan diri saya sendiri untuk lebih peka dalam mengenal diri dan saudara dalam sebuah ikatan, tulisan ini akan saya awali dengan sebuah kisah yang luar biasa tentang sahabat rosulullah SAW yaitu Umar Bin Khattab ra.

Dari umar bin khattab kita akan belajar tentang bagaimana menimbang benarkah seseorang mengenali orang lain. Suatu saat ketika seseorang memuji kawannya dalam persaksian sebagai orang yang baik, umar bertanya kepadanya “Apakah engkau pernah memiliki hubungan dagang atau hutang piutang dengannya sehingga engkau mengetahui sifat jujur dan amanahnya?
“belum”  jawabnya ragu.
“Pernahkah engkau” cecar Umar “berselisih perkara dan bertengkar hebat dengannya sehingga tahu bahwa dia tidak fajir kala berbantahan ?
“ehm…juga belum”
“pernahkah engkau berpergian dengannya selama sepuluh hari sehingga telah habis kesabarannyauntuk berpura-pura lalu kamu mengetahui watak aslinya?”
“itu juga belum”
“kalau begitu, pergilah engkau wahi hamba Allah. Demi Allah kau sama sekali tidak mengenalnya!”

Ukuran –ukuran yang diapaki umar ini begitu dalam dan penuh makna.

Di lain kesempatan sebuah kisah kembali kita simak tentang kepekaan dan ketajaman Umar dalam mengenali dan memberikan penilaian kepada keenam calon penggantinya menjelang beliau wafat

Umar bin khattab meminta agar keenam anggota majelis syuro yang telah ditunjuknya dihadirkan dan memulai musyawarah di dekatnya. Lalu beliau minta didudukkan.
“apakah masing-masing diantara kalian berambisi menjadi khalifah setelahku?” Tanya Umar
Semua yang hadir terdiam takut. Tapi mereka melihat umar menyeringai. Ketika dia berteriak, rupanya darah menyembur dari lukanya. Setelah terdiam sejenak, umar mengulangi pertanyaannya.
“apakah masing-masing diantara kalian berambisi menjadi khalifah sepeninggalku?” jawablah aku!”
Az zubair bin awwam memberanikan diri . “benar” ujarnya “memangnya apa yang menjauhkan dan menghalangi kami darinya, sedang engkau wahai umar telah menjabat dan melaksanakannya? Padahal tidaklah kami lebih rendah daripada engkau di kalanagn quraisy, juga dalam hal siapa yang lebih dulu masuk islam.

Umar tersenyum. “bersediakah kalian” Tanya umar “aku  beritahukan tentang sifat-sifat diri kalian?”
Mereka menjawab “  ya sebab kau jujur dan keras dan kau takkan memaafkan kami ataupun meringankan penilaian jika kami meminta maaf!”
“adapun engkau wahai zubair” kata umar sembari menghela nafas “ adalah orang yang cepat terbakar amarah, sempit dada, serta penuh ambisi. Engkau seorang mukmin di saat ridha, dan sekaligus seorang kafir di saat murka. Sehari sebagai manusia dansehari sebagai syaitan. Bisa jadi jika aku memilihmu dan menyerahkan khilafah kepadamu, niscaya engkau akan berbuat aniaya bahkan meski hanya pada satu mud gandum. Pikirkanlah, hai zubair jika aku memasrahkannya padamu, siapa yang akan menjadi pemimpin bagi manusia pada hari engkau menjadi sayithan dan pada saat kemurkaanmu meledak? Demi Allah, Dia takkan menyerahkan urusan ummat Muhammad ini kepadamu sedang dalam dirimu masih brsemayam sifat-sifat ini”

Az zubair tertunduk malu.
Kamudian umar menghadap ke arah thalhah bin ubaidaillah. “apakah aku akan biacara tentangmu atau diam? Tanyanya.
“bicaralah. Tapi memang aku tahu sesungguhnya engkau tidak akan bicara tentang kebaikanku sedikitpun. “ jawab Thalhah.
Demi Allah , hai thalhah, aku tidak mengenalmu lagisejak hilangnya jari-jarimu di perang uhud. Kau dirasuki bangga diri dan sombong. Telah wafat Rasulullah dalam keadaan murka atas apa yang kau katakana sehingga turunlah ayat hijab. Hai thalhah, apakah aku tambah lagi atau aku diam ?

Thalhah nyaris menangis . “diamlah ! itu cukup! Katanya terisak.
Begitu seterusnya , umar mendetail sifat sahabatnya dengan cara yang baik sesuai dengan kebiasaan dengan para sahabatnya hingga akhir kisah ini beliau mengumumkan bahwa penggantinya sebagai khilafah setelah umar adalah utsman bin Affan.

Kisah ini sungguh memberikan pelajaran berharga penuh makna, bahwa dalam setiap hubungan persahabatan maupun persaudaraan sangat penting mengenal saudara kita lebih jauh dan mendalam. Sudahkah kita mengenal saudara seiman kita dengan sedetail umar mengenal para sahabatnya?

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review buku Games For Islamic Mentoring

Samudra syukur

Resensi Buku Dalam Dekapan Ukhuwah